Senin, 12 Juli 2010

tata cara kerja

KONSEP SISTEM PRODUKSI - TEKNIK TATA CARA KERJA


A. Rekayasa Proses
Rekayasa proses memusatkan perhatian pada perancangan proses aktual yang digunakan dalam menghasilkan produk, termasuk pemilihan proses dan mesin yang digunakan. Dengan kata lain perencanaan proses berkenaan dengan perancangan dan implementasi sistem kerja yang akan memproduksi produk yang diinginkan dalam kuantitas yang diperlukan. Kegiatan perencanaan proses menyangkut tipe aliran proses dan desain pusat kerja.
Keputusan dalam perencanaan proses mempengaruhi keputusan bagian operasi lain, seperti penjadwalan produksi, tingkat persediaan, desain pekerjaan, dan metoda pengawasan kualitas yang digunakan. Perencanaan proses saling mempengaruhi dengan layout fasilitas, dimana keduanya tergantung tipe teknologi transformasi yang digunakan. Meski banyak perencanaan proses dibuat bila layout awal telah dirancang, tapi hampir semua perusahaan harus terus menerus menyesuaikan diri dengan perubahan produk dan volume produksi, shingga perencanaan proses sesungguhnya merupakan kegiatan yang berkesinambungan.
Perencanaan dan pengelolaan berbagai proses transformasi dapat dilakukan dengan beberapa alat bantu berupa bagan, seperti:
• Bagan perakitan (assembly charts); menunjukkan kebutuhan bahan dan urutan perakitan komponen yang merupakan perakitan mekanikal.
• Bagan aliran proses (flow-process charts); merinci proses ke dalam beberapa unsur dan simbol. Dengan simbol disusun bagan yang mencakup spesifikasi bagan proses, waktu pengoperasian dan inspeksi, jarak transportasi (pemindahan) bahan atau jarak yang harus ditempuh karyawan, serta spesifikasi kegiatan penundaan dan penyimpangan. Jadi, bagan aliran proses memberi petunjuk yang lengkap tentang cara pelaksanaan proses. Bagan aliran proses merupakan alat pokok perbaikan aliran bahan.
• Bagan proses operasi-operasi (operations process chart); sering disebut routing sheet. Mirip dengan bagan perakitan, bedanya bagan operasi-operasi mencakup spesifikasi untuk bagian dan waktu pengoperasian dan pemeriksaan. Routing sheet lebih rinci daripada bagan perakitan karena menunjukkan operasi dan routing yang diperlukan suatu bagian proses individual. Tiap operasi mesin atau karyawan didaftar, serta peralatan dan perkakas yang diperlukan.
• Bagan operasi (operation chart); menunjukkan spesifikasi bagian pengoperasian dan pemeriksaan lebih terperinci. Tiap bagan operasi menunjukkan gerakan kedua tangan secara terperinci dalam tiap tahap pekerjaan atau tiap bagian proses.
• Bagan manusia-mesin (man-machine chart) atau bagan kegiatan (activity chart); menunjukkan hubungan antara operator dan mesin. Menunjukkan apa yang sedang dikerjakan mesin dan karyawan pada tiap periode. Dari bagan ini dapat ditentukan waktu menganggur operator dan mesin dan mengidentifikasikan elemen tiap kegiatan karyawan dan mesin secara simultan. Ini berguna dalam penentuan penggunaan yang terbaik dua sumber daya penting perusahaan, yang akhirnya dapat membantu analisis ekonomik kombinasi manusia-mesin.
• Bagan simo (simo chart) atau bagan gerak simultan (simultanous motion chart); mirip bagan operasi. Menunjukkan gerakan tangan kiri dan tangan kanan yang mencakup waktu tiap gerakan. Memungkinkan untuk mengkombinasikan, menghilangkan atau mengubah gerakan dasar untuk mengembangkan metoda.
Beberapa alat bantu grafis untuk desain proses:
• Diagram blok proses; menggambarkan arti struktur proses secara lebih luas. Jumlah tahapan tergantung kompleksitas produk dan perluasan integrasi antar bagian dalam organisasi, baik secara horisontal maupun vertikal.
• Peta proses operasi; peta kerja yang menggambarkan urutan kegiatan dengan membagi pekerjaan menjadi elemen operasi secara detail. Tahapan proses operasi diuraikan secara logis dan sistematis. Umumnya digunakan untuk menganalisis operasi kerja yang memakan waktu beberapa menit per siklus kerja.
• Lembar rute operasi; berisi informasi pendukung yang menghubungkan operasi dan inspeksi tertentu dengan karakteristik mesin dan peralatan yang ada:
o Informasi identifikasi: nama dan nomor kode produk, nama dan nomor kode komponen, jumlah pemesanan, kualitas dan tanggal kebutuhan.
o Setiap operasi/inspeksi berisi info nomor kode; deskripsi operasi/inspeksi; peralatan dan tingkat output dan alat bantu yang digunakan; kebutuhan akan jenis dan kualitas bahan baku, komponen dan bahan pembantu.
• Peta aliran proses; mirip peta operasi yang mencakup proses yang produktif (operasi dan pemeriksaan), dan dilengkapi dengan proses tidak produktif seperti menunggu, memindahkan dan menyimpan.
Secara garis besar, beberapa hal yang harus diatur dalam sistem produksi adalah teknik tata cara kerja, fasilitas pabrik, dan pemindahan bahan. Yang semua hal ini menjadi tanggung jawab Teknik Industri.
B. Perancangan Teknik Tata Cara Kerja
Berbicara tentang teknik tata cara kerja, tidak lepas dari beberapa hal yang telah dikemukakan oleh F.W. Taylor tentang pengaturan dan metoda kerja yang efisien, dan Frank B. Gilbreth dan Lilian Gilbreth mengenalkan analisis gerakan.
Teknik tata cara kerja menyangkut 'teknik pengukuran kerja' dan 'prinsip pengaturan kerja'. Dimana kedua hal ini berperan dalam memilih dan menentukan sistem kerja terbaik dari beberapa alternatif yang ada. 'teknik pengukuran kerja' menyangkut pengukuran waktu, pengukuran tenaga, pengukuran psikologis, pengukuran, dan pengukuran sosiologis. Sedangkan 'prinsip pengaturan kerja' menyangkut faktor manusia, studi gerakan, dan ekonomi gerakan.
Sementara tenaga kerja mempelajari tugasnya, pihak perancang melakukan perbaikan metoda kerja. Jika kondisi yang berpengaruh terhadap tugas telah dinyatakan stabil, pihak menajemen melakukan studi ulang terhadap pekerjaan, dan akhirnya membuat dokumen standar dan menentukan waktu standar terhadap tugas yang dilakukan. Tujuan pokok studi metoda kerja adalah:
• Perbaikan proses, prosedur dan tata cara pelaksanaan penyelesaian pekerjaan.
• Perbaikan dan penghematan penggunaan material, tenaga mesin/fasilitas kerja serta sumberdaya manusia.
• Mendayagunakan usaha manusia dan pengurangan keletihan yang tidak perlu.
• Perbaikan tata ruang kerja yang mampu memberi suasana kerja yang lebih aman dan nyaman.
Langkah yang sebaiknya diambil untuk menghasilkan analisis rancangan kerja terbaik:
o Identifikasi operasi kerja yang harus diamati.
o Dokumentasikan langkah, prosedur, tata cara kerja yang ada. Buat sistematika urutannya.
o Buat usulan metoda kerja yang lebih efektif dan efisien.
Dalam merancang metoda kerja perlu dilakukan penyederhanaan kerja:
• Pemilihan kegiatan kerja yang diperbaiki.
• Pengumpulan dan pencatatan data/fakta.
• Analisa terhadap langkah-langkah kerja.
• Usulan dan pengujian alternatif metoda kerja yang lebih baik.
• Aplikasi dan evaluasi metoda kerja baru.
1. Peta Kerja
Analisis metoda kerja dapat dibantu dengan pendekatan tradisional menggunakan peta-peta kerja (Purnomo, 2004). Peta kerja merupakan alat yang menggambarkan kegiatan secara sistematis dan jelas. Peta kerja menggambarkan prosedur kerja, sehingga dengan peta kerja mempermudah proses analisa metoda kerja. Dengan peta kerja dapat dilihat semua langkah atau kejadian yang dialami suatu benda kerja mulai dari masuk proses sampai menjadi produk. Simbol yang sering digunakan pada peta kerja antara lain:
Operasi Penyimpanan
Tansportasi Penundaan
Pemeriksaan
Peta proses operasi menampilkan operasi, inspeksi, dan urutan kerja untuk memproduksi produk. Kegunaan peta proses operasi (Sutalaksana, 1979) adalah:
• Mengetahui kebutuhan mesin dan penganggarannya.
• Memperkirakan kebutuhan bahan baku.
• Sebagai alat menentukan tata letak pabrik.
• Alat untuk perbaikan cara kerja yang sedang dipakai.
• Alat pelatihan kerja.
Peta kerja yang bisa digunakan antara lain:
• Peta Proses Operasi; hanya sebatas operasi dan inspeksi
• Peta Aliran Proses (flow process chart); menunjukkan urutan operasi, pemeriksaaan, transportasi, menunggu dan penyimpanan yang terjadi selama proses. Berisi informasi untuk menganalisis tiap komponen atau assembly. Berguna untuk mengetahui aliran bahan mulai masuk proses sampai aktivitas akhir, mengetahui jumlah kegiatan yang dialami bahan selama proses, alat melakukan perbaikan proses atau metoda kerja, memberi informasi waktu penyelesaian proses.
• Diagram Alir, menunjukkan gambar yang lebih detil. Diagram alir merupakan gambaran menurut skala susunan lantai dan gedung yang menunjukkan lokasi semua aktivitas yang terjadi dalam peta aliran proses. Jadi, tujuan diagram alir adalah untuk memperjelas peta aliran proses melalui penggambaran denah dan untuk melakukan perbaikan tata letak tempat kerja.
• Peta Tangan Kiri – Tangan Kanan; menggambarkan gerakan tangan kiri dan kanan seorang operator untuk menganalisis kinerja kerja seorang operator pada suatu stasiun kerja khusus.
• Multiple Activity Chart; mirip dengan peta tangan kiri – tangan kanan, tapi menunjukkan aktivitas yang simultan. Untuk memperoleh keseimbangan-mengurangi total waktu siklus dan waktu tunggu suatu komponen.
• Peta Distribusi Kerja; daftar semua aktivitas atau tanggungjawab setiap orang dalam suatu bagian atau kelompok. Untuk mendapatkan penugasan yang seimbang dan meyakinkan bahwa tingkat pekerjaan berjalan sesuai fungsi.
• Gantt Chart; menunjukkan waktu relatif berbagai aktivitas menggunakan batangan horizontal.
Pada dasarnya semua peta kerja ini sangat berguna dalam analisis metoda kerja dan membantu perbaikan metoda yang bersangkutan. Selanjutnya kita lihat contoh beberapa peta yang membantu perancangan kerja pembuatan meja televisi. Benda ini terdiri dari enam bagian yaitu alas bagian atas, alas bagian bawah, rangka depan dan belakang, rangka samping serta penyangga utama.
Gambar 1. Contoh Peta Proses Operasi
PETA PROSES OPERASI
NAMA BENDA KERJA: MEJA TELEVISI

Masing-masing bagian dibuatkan peta aliran proses yang dialaminya. Pada Gambar 2. terlihat peta aliran proses untuk bagian penyangga utama






Gambar 2. Contoh Peta Aliran Proses
PETA ALIRAN PROSES
NAMA BENDA KERJA: PENYANGGA UTAMA
Nama Komponen:
Uraian Proses:
Departemen:
Pabrik:
Dicatat Oleh: Penyangga Utama
Kerjakan batang penyangga
Produksi
Perusahaan XY
Sugiarti
Langkah Simbol-simbol Uraian tentang

Disimpan di gudang

Dibawa ke meja kerja Berjalan 10 kaki
Di meja kerja Menunggu
Diukur

Dibawa ke mesin potong
Berjalan 5 kaki
Dipotong

Dibawa ke meja kerja
Berjalan 5 kaki
Diperiksa

Dibawa ke mesin bor
Berjalan 5 kaki
Dilubangi

Ke depart. Perakitan
Berjalan 10 kaki
Dirakit

Pemeriksaan

Untuk menunjukkan gambar aliran selama kerja dibuat diagram alir yang menunjukkan gambar yang lebih detil. Diagram alir merupakan gambaran menurut skala dari susunan lantai dan gedung yang menunjukkan lokasi semua aktivitas yang terjadi dalam peta aliran proses

Gambar 3. Contoh Diagram Alir
DIAGRAM ALIR
NAMA BENDA KERJA: PENYANGGA UTAMA








Perbaikan metoda kerja dapat dilakukan dengan mencari urutan proses yang lebih sederhana, menghilangkan waktu tunggu, menggabungkan proses sejenis, memperpendek aliran material, dan lain-lain. Usaha perbaikan kerja dilakukan untuk mengurangi biaya produksi sehingga biaya per unit jadi lebih murah.
2. Pengukuran Kerja (Work Measurement)
Agar mampu merancang suatu pekerjaan yang dapat mengoptimalkan performansi organisasi diperlukan pengukuran kerja yang baik. Kesalahan dalam perancangan kerja akan berdampak buruk pada keseluruhan proses. Evaluasi perancangan kerja harus dilakukan secara terus menerus agar mendapat metoda terbaik. Perbaikan metoda merupakan suatu pendekatan yang sistematis untuk mendapatkan cara menyelesaikan kerja yang lebih mudah dan lebih baik.
Tahap awal yang dilakukan dalam methods engineering (teknik perancangan dan perbaikan metoda kerja, Sutalaksana 1979) adalah menentukan estimasi waktu yang diperlukan pekerja yang akan mengerjakan tugas di stasiun kerja. Salah satu kriteria pengukuran kerja adalah pengukuran waktu sehingga sering juga dikenal sebagai time study. Pengukuran waktu berkaitan dengan penentuan lamanya waktu yang diperlukan untuk melaksanakan unit kerja, yang biasa disebut pengukuran waktu standar atau waktu baku.
Pengertian umum pengukuran kerja adalah aktivitas menentukan waktu yang dibutuhkan oleh seorang operator (yang memiliki skill rata-rata dan terlatih) dalam melaksanakan kegiatan kerja dalam kondisi dan tempo kerja yang normal. Ada dua pendekatan dalam pengukuran kerja: bottom-up dan top-down. Dalam pendekatan bottom-up mulai dari pengukuran waktu dasar, penyesuaian cara (pace) operator, dan membolehkan kelelahan, kebutuhan pribadi, penundaan. Sedang pendekatan top-down waktu standar ditetapkan dari pihak manajemen bagi individu yang akan bekerja, dimana seorang karyawan berkualitas yang bekerja dengan kondisi biasa dapat menerima insentif diatas upah dasar.
Tujuan pengukuran kerja menurut Turner adalah untuk menentukan waktu rata-rata yang diperlukan, melatih seseorang menyelesaikan pekerjaan jika dia bekerja 8 jam sehari dalam kondisi kerja biasa dan bekerja dengan langkah atau cara normal. Waktu itu disebut waktu standar.
Waktu standar atau waktu yang disediakan untuk suatu proses operasi biasanya telah ditentukan di tiap bagian. Biasanya dinyatakan dalam jam tiap potong atau jam tiap 100 potong.
Pengukuran kerja dilakukan setelah methods study selesai. Pengukuran kerja telah digunakan bertahun-tahun untuk tujuan perangsangan upah yang kini telah menjadi salah satu sarana yang paling penting bagi pihak manajemen. Pengukuran kerja juga digunakan untuk mengukur tenaga kerja tidak langsung (misal pekerja pemeliharaan dan pengolah material) dan pekerja kantor.
Proses pengukuran kerja dibedakan menjadi dua kelompok besar:
• Pengukuran waktu secara langsung; pengamat berada di tempat objek sedang diamati. Biasa dilakukan dengan menggunakan stop watch dan sampling kerja.
• Pengukuran waktu secara tidak langsung; pengamat tidak berada di lokasi pengukuran.
Biasanya teknik pengukuran kerja sesuai dengan fungsinya dengan tingkat akurasi yang berbeda. Teknik pengukuran kerja yang banyak digunakan: Studi waktu, Data waktu yang diperlukan lebih dahulu, Data standar, Pengambilan sampel kerja, Pengukuran kerja dengan stop watch, Pengukuran waktu dengan sampling kerja, dan Predetermined time system.
a. Pengukuran Kerja Dengan Stop Watch

• Pengujian Data
o Kecukupan data
Dalam hal ini pengukur mengandalkan konsep statistik, yaitu tingkat ketelitian (s) dan tingkat keyakinan (k). Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya. Tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur akan penelitian data waktu yang telah diamati dan dikumpulkan. Dapat digunakan rumus:

Dimana:
k = tingkat keyakinan
= 99%  3
= 95%  2
s = derajat ketelitian
N = jumlah data pengamatan
N’ = jumlah data teoritis
Jika N’ < N, data dianggap cukup. Jika N’ > N data dianggap tidak cukup (kurang) dan perlu dilakukan penambahan data.
Contoh soal:
Pengukuran pembuatan penyangga utama meja televisi
Pengamatan (menit)
Pengamatan ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Data pengamatan 8 7 7 6 8 6 9 8 9 6 8 5 5 9 6
Tingkat keyakinan = 95%
Derajat ketelitian = 10%
Apakah data sudah dianggap cukup?
o Keseragaman data
Uji ini untuk memastikan bahwa data yang terkumpul berasal dari sistem yang sama. Dilakukan untuk memisahkan data yang memiliki karakteristik yang berbeda. Rumus yang dapat digunakan adalah:



Dimana: BKA = Batas Kontrol Atas
BKB = Batas Kontrol Bawah
= nilai rata-rata
 = standar deviasi
k = tingkat keyakinan
Untuk mengukur waktu standar dipertimbangkan beberapa aspek selain nilai rata-rata waktu siklus, seperti kewajaran seorang operator. Jika ditemukan waktu pengerjaan yang tidak wajar, maka pengamat harus melakukan penyesuaian untuk mendapatkan waktu normal. Pemberian penyesuaian dapat dilakukan dengan mengalikan waktu siklus rata-rata dengan faktor penyesuaian (p).
P = 1, berarti operator bekerja dalam kondisi normal
P > 1, berarti operator bekerja dalam kondisi diatas normal
P < 1, berarti operator bekerja dalam kondisi dibawah normal
Ada beberapa metoda yang digunakan untuk menentukan penyesuaian:
1. The Westing House System. Sistem ini merupakan sistem yang cukup lama dan sering digunakan dalam sistem rating. Sistem ini mempertimbangkan empat faktor, antara lain keterampilan, usaha, kondisi, dan konsistensi.
2. Synthetic Rating. Dikembangkan oleh Morrow. Sistem ini mengevaluasi kecepatan operator dari nilai waktu gerakan yang sudah ditetapkan terlebih dahulu.
3. Speed Rating/Performance Rating. Sistem ini mengevaluasi performansi dengan mempertimbangkan tingkat keterampilan per satuan waktu saja.
4. Objective Rating. Dikembangkan oleh Munder dan Danner. Menentukan kecepatan aktivitas, mempertimbangkan tingkat kesulitan pekerjaan. Faktor yang mempengaruhi tingkat kerumitan kerja adalah jumlah anggota badan yang digunakan, pedal kaki, penggunaan kedua tangan, koordinasi mata dengan tangan, penanganan dan bobot.
Selain faktor penyesuaian, juga perlu dipikirkan faktor kelonggaran. Kelonggaran merupakan sejumlah waktu yang ditambahkan terhadap waktu normal ketika individu harus memenuhi kebutuhan pribadi, atau menghadapi penundaan kerja yang tidak dapat dihindari, serta waktu individu untuk mengatasi kelelahan. Kelonggaran pada dasarnya adalah suatu faktor koreksi yang harus diberikan kepada waktu kerja operator, karena dalam pekerjaannya operator sering terganggu oleh hal-hal yang tidak diinginkan namun bersifat alamiah. Secara umum kelonggaran dapat dibagi tiga: untuk kebutuhan pribadi, untuk menghilangkan kelelahan, dan untuk hambatan yang tidak dapat dihindarkan.
Kebutuhan pribadi biasanya bersifat ilmiah dan manusiawi, seperti minum, ke kamar kecil, bercakap dengan rekan kerja, dan kebutuhan pribadi lainnya. Kelonggaran untuk menghilangkan kelelahan biasanya ketika operator mengatur kecepatan kerjanya sedemikian rupa. Kelonggaran juga diperlukan jika misalnya menerima perintah kerja dari atasan, listrik padam, peralatan rusak, menerima telepon, dsb.
Rumus yang biasa digunakan dalam menghitung waktu baku:

Dimana:
WB = waktu baku
RF = performance rating / rating factor
All = kelonggaran (allowance)
b. Pengukuran Kerja dengan Sampling Kerja
Yaitu melakukan pengamatan dengan mengamati apakah tenaga kerja dalam kondisi bekerja atau menganggur. Pengamatan tidak dilakukan terus menerus melainkan hanya pada waktu yang ditentukan secara acak. Metode ini dikembangkan oleh L.H.C. Tippet di pabrik tekstil Inggris.
Cara menentukan waktu standar adalah melakukan kunjungan pada waktu yang tidak sama jaraknya ke tenaga kerja yang akan diukur waktunya. Waktu kunjungan berdasarkan pada bilangan random yang dikonversi ke dalam satuan waktu.
Contoh: dilakukan 100 kali kunjungan dalam waktu yang tidak sama, 90 kali pengamatan tenaga kerja dalam kondisi bekerja maka persentasenya 0,9. sedang waktu menunggu / menganggurnya 10 kali kunjungan atau 0,1 persen. Berikut ada beberapa rumus yang digunakan dalam sampling kerja ini:
• Pengujian data
o Kecukupan data:

Dimana:
S = derajat ketelitian
p = persentase sibuk/bekerja
k = tingkat keyakinan
N = ukuran sampel
o Keseragaman data:
batas kontrol untuk p

Dimana:
BKA = batas kontrol atas
BKB = batas kontrol bawah
p = persentase sibuk / menunggu
k = tingkat keyakinan
o Waktu baku


c. Predetermined Time System
Teknik ini dikembangkan karena dua cara sebelumnya memakan waktu cukup lama. Dengan berpijak pada pemikiran para ahli bahwa dalam suatu pekerjaan yang berbeda dimungkinkan adanya kesamaan pada bagian-bagian perkerjaan. Kondisi ini menumbuhkan pemikiran untuk meneliti waktu baku lebih lanjut. Predetermined time system berisi sejumlah data waktu baku dan suatu prosedur sistematis yang menganalisis dan membagi beberapa operasi manual dari pekerjaan operator menjadi gerakan-gerakan, gerakan tubuh atau elemen lainnya dan menentukan ke setiap nilai waktu yang sesuai.
Metoda penentuan waktu baku antara lain dengan:
o Work Factor System (WFS); dipengaruhi oleh empat variabel: anggota badan yang digunakan, jarak gerakan, kontrol manual yang diperlukan, dan berat atau tahanan yang menghambat.
o Method Time Measurement (MTM); merupakan sistem yang menganalisis operasi manual menjadi gerakan dasar yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Waktu yang dihitung berdasarkan pada kondisi yang disebut kelas-kelas. Metoda ini cocok untuk pekerjaan dengan pengulangan tanpa variasi dalam waktu lama.
o Basic Motion Time Study (BMT);
o Operation Sequence Technique (MOST); disusun berdasarkan urutan sub-sub aktivitas. Sub aktivitas diperoleh karena pada dasarnya gerakan itu memiliki pola yang berulang seperti menjangkau, memegang, bergerak, dan memposisikan objek, serta pola tersebut diidentifikasikan dan diatur sebagai suatu urutan kejadian yang diikuti oleh perpindahan objek. Dalam hal ini dikenal dua model:
o Model urutan dasar
o Urutan gerakan umum.
o Urutan gerakan terkendali.
o Urutan pemakai perlatan.
o Model urutan penanganan peralatan
o Pemindahan dengan crane manual.
o Pemindahan dengan crane listrik/diesel.
o Pemindahan dengan truk.
Metoda ini cocok untuk pekerjaan manual dimana ada variasi antar siklus.
3. Konsumsi Energi (APK II)
Konsumsi energi terkait dengan pengukuran aktivitas kerja. Mengukur aktivitas kerja manusia berarti mengukur berapa besar tenaga yang dibutuhkan seorang pekerja untuk melaksanakan pekerjaannya. Tenaga yang dikeluarkan biasa diukur dalam satuan kilokalori.
Secara umum kriteria pengukuran aktivitas kerja manusia dibagi dalam dua kelas utama:
- Fisiologis; Biasanya ditentukan berdasarkan kecepatan denyut jantung dan pernafasan. Atau dengan mengukur volume konsumsi oksigen.
- Operasional; melibatkan teknik untuk mengukur atau menggambarkan hasil yang bisa dilakukan tubuh atau anggota tubuh pada saat melaksanakan gerakannya. Hasil gerakan yang bisa dilakukan tubuh atau anggota tubuh dapat dibedakan menjadi: rentangan (range) gerakan; pengukuran aktivitas berdasarkan kekuatan, ketahanan, kecepatan dan ketelitian. Bisa menggunakan pengukur tegangan dan dinamometer.
Semakin berat kegiatan seseorang, semakin besar kalori diperlukan atau dikonsumsi. Para ahli sudah menyusun Tabel Kalori Per Jam Menurut Jenis Kegiatan. Kebutuhan kalori seorang tenaga kerja sehari ditentukan oleh kalori metabolisme basal, kalori untuk kegiatan kehidupan sehari-hari di luar waktu kerja, dan kalori kerja.
Tabel 1. Kebutuhan Kalori Sehari
Jenis kerja Laki-laki Perempuan
Ringan 2.400 2.000
Sedang 2.600 2.400
Berat 3.000 2.600
Periode waktu kerja:

Periode waktu istirahat:

• Pengukuran Konsumsi Oksigen
Pengukuran konsumsi oksigen berkaitan juga dengan pengukuran aktivitas kerja berdasarkan kriteria fisiologis. Karena denyut jantung banyak dipengaruhi oleh faktor individu, seperti emosi, kondisi fisik, jenis kelamin dll, sehingga pengukurannya menjadi kurang tepat sebagai ukuran besarnya tenaga yang dibutuhkan. Maka untuk mengukur berapa besar tenaga yang dibutuhkan seorang pekerja untuk melaksanakan pekerjaannya, dilakukan pengukuran konsumsi oksigen. Hal ini lebih akurat dibanding kecepatan denyut jantung,
• Pengukuran Denyut Jantung
Berkaitan juga dengan pengukuran aktivitas kerja berdasarkan kriteria fisiologis. Penentuan besarnya tenaga yang setepat-tepatnya berdasarkan denyut jantung sangat sulit, karena perubahan fisik dari keadaan normal menjadi aktif melibatkan beberapa fungsi fisiologis lain, seperti tekanan darah, peredaran udara dalam paru-paru, jumlah oksigen yang digunakan, jumlah karbon dioksida yang dihasilkan, temperatur badan, banyaknya keringat dan komposisi kimia dalam urine dan darah. Kecepatan denyut jantung dan kecepatan pernafasan juga dipengaruhi oleh tekanan psikologis, tekanan oleh lingkungan atau oleh tekanan akibat kerja keras. Jadi, jika kecepatan denyut jantung meningkat, sulit menentukan penyebabnya. Kriteria fisiologis bisa digunakan bila pengaruh faktor psikologis kecil atau situasi kerja dalam keadaan normal.
Salah satu cara pendekatan terhadap konsumsi kalori atau pengerahan tenaga pada tenaga kerja dalam pekerjaannya adalah pengukuran nadi kerja. Nadi kerja adalah nadi rata-rata selama bekerja. Nadi akibat kerja adalah perbedaan nadi kerja dengan nadi istirahat.
Kepustakaan umumnya menyarankan lamanya waktu istirahat I dalam % yang dihubungkan dengan tingkat pengerahan tenaga k kalori per menit sbb:



















Referensi:
- Nasution, A.H.; 2006; “Manajemen Industri”; Andi Offset; Yogyakarta.
- Purnomo, H.; 2004; “Pengantar Teknik Industri”, Graha Ilmu, Yogyakarta.
- Schroeder, R.G.; 2000; “Operation Management”; McGraw-Hill; International edition.
- Sutalaksana, I.Z., Rohana, A., & John, H.T.,; 1979; “Teknik Tata Cara Kerja”; ITB Bandung.
- Turner W.C., Joe H.M., & Kenneth E.C.; 1993; “Introduction to Industrial and Systems Engineering”; 3nd ed; Prentice-Hall; New Jersey.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar